Khadam Nabawi

Khadam Nabawi

Nov 28, 2009

Prinsip Thariqat Naqshbandi


Abdul Khaliq al-Ghujdawani mengemukakan butir-butir renungan ini yang kini dianggap sebagai prinsip Thariqat Naqshbandi Sufi:

1. Bernapas Secara Sadar ("Hosh dar dam")
Hosh berarti "pikir". Dar berarti "dalam". Dam berarti "napas". Artinya, menurut Abdul Khaliq al-Ghujdawani (q), bahwa :
"pencari/pejalan/murid yang bijak harus melindungi napasnya terhadap kealpaan/kesembronoan, menarik dan menghembuskan, dengan itu selalu menjaga kalbunya berada dalam Hadhirat Allah; dan dia harus menghidup kan napasnya dengan pengabdian dan penghambaan dan mempersembahkan pengabdian itu kepada Tuhannya penuh dengan kehidupan / kegairahan, karena setiap tarikan dan hembusan napas dengan demikian (Hadhirat) itu adalah hidup dan menyambung dengan Hadhirat Ilahi. Setiap tarikan dan hembusan napas dengan kealpaan/kecerobohan adalah mati, terputus hubungan dengan Hadhirat Ilahi."
Ubaidullah al-Ahrar (q) mengatakan, "Missi paling penting dalam Thariqat ini adalah untuk melindungi napasnya, dan dia yang tak dapat menjaga napasnya, baginya akan dikatakan, ‘dia telah kehilangan dirinya.'"
Shah Naqshband (q) mengatakan, "Thariqat ini dibangun atas dasar napas. Sehingga adalah suatu keharusan bagi semuanya untuk menjaga napasnya pada waktu menarik dan menghem buskan dan selanjutnya, untuk menjaga napasnya dalam interval antara menarik dan menghembuskan napas."
Shaikh Abul Janab Najmuddin al-Kubra mengatakan dalam bukunya, Fawatih al-Jamal, "Dhikr mengalir dalam diri setiap makhluq hidup dengan keharusan napasnya – meskipun tanpa niat – sebagi suatu tanpa ketundukan, yang adalah bagian dari penciptaannya. Melalui napasnya, bunyi huruf "Ha" dari asmaul husna Allah dibuat dalam setiap penghembusan dan penarikan dan itu adalah tanda dari Essensi Tak-Nampak sedang mengungkapkan penekanan Ke-Unik-an Allah. Jadi sangatlah penting untuk selalu “hadir” dengan napas itu, agar supaya menyadari (merasakan) Essensi dari Al Khaliqu."
Nama 'Allah' yang melingkupi sembilanpuluh sembilan asma ul-husna terdiri dari empat huruf : Alif, Lam, Lam dan Hah (ALLAH). Pengikut Sufi mengatakan bahwa Dzat Allah Azza Wa Jalla yang gaib sempurna dinyatakan dengan huruf terakhir, "Ha" itu. Huruf ini mewakili Dia Yang Maha gaib Sempurna (Ghayb al-Huwiyya al-Mutlaqa lillah 'azza wa jall). Lam pertama adalah untuk identifikasi (tacrif) dan Lam kedua adalah untuk penekanan (mubalagha).
Memelihara napasmu dari ketidak-pedulian akan menuntunmu kepada Hadhirat Nya secara utuh, dan Hadhirat Utuh akan menuntun engkau kepada Pandangan (Vision) utuh, dan Pandangan (Vision) utuh akan menuntun engkau kepada Manifestasi Utuh sembilanpuluh sembilan asma ul husna Allah. Allah akan menuntun engkau kepada Manifestasi sembilanpuluh sembilan Asma Nya dan keseluruhan Asma Nya yang lain, karena dikatakan bahwa, "Asma Allah adalah sebanyak napas umat manusia."
Hendaknya diketahui oleh semua bahwa menyelamatkan napas dari ketak-pedulian adalah suatu proses yang sukar bagi seorang pencari.. Sehingga mereka harus melakukan hal itu dengan mencari ampunan (istighfar) karena mencari ampunan akan membersihkan dan mensucikan diri kita dan mempersiapkan si pencari untuk Manifestasi Sesungguhnya Allah yang memang berada dimana-mana.


2. Perhatikan Langkahmu ("Nazar bar qadam")

Itu artinya bahwa sang pencari sewaktu berjalan hendaknya pandangan matanya hanya tertuju kepada kakinya saja. Kemanapun kakinya hendak dia tempatkan, pandangan matanya hendaknya berada disitu pula. Dia tidak diperkenankan melemparkan pandangannya kesana kemari, untuk melihat kekiri atau kekanan atau kedepannya, karena pemandangan yang tak perlu akan menutupi kalbunya. Kebanyakan tabir pada kalbu diciptakan oleh gambar(an) yang ditransmisikan dari mata kepada pikiran selama menjalani kehidupan sehari-hari. Hal-hal ini mungkin (boleh jadi) mengganggu (menggoncangkan) kalbumu dengan turbulensi (gambaran dari gerak air sewaktu ombak mendampar karang), karena berbagai macam keinginan yang (telah) dicetak di dalam pikiran kita (oleh berbagai gambar(an) itu). Bayangan-bayangan tersebut adalah seperti tabir yang menutupi kalbu. Mereka menghadang Cahaya Hadhirat Ilahiah. Itulah sebabnya para wali Sufi tidak membolehkan para pengikutnya, yang telah membersihkan kalbu mereka melalui Dhikr berkesinambungan, untuk melihat selain kepada kaki mereka. Kalbu mereka sudah seperti kaca cermin, memantulkan dan menyerap gambar (image) secara mudah. Gambar ini akan menyimpangkan mereka dan membawa berbagai kekotoran (ketak-murnian) kedalam kalbu mereka. Maka para pencari diperintahkan untuk merendahkan pandangannya agar supaya tidak diserbu oleh anak panah syaithan.
Merendahkan pandangan juga merupakan tanda kerendahan hati; orang yang bangga dan sombong tidak pernah melihat kaki mereka. Itu juga suatu indikasi bahwa seseorang sedang mengikuti jejak (yang dicontohkan) Nabi (s.a.w.), yang jika berjalan tidak pernah melihat ke kiri atau ke kanan, tetapi selalu melihat ke kakinya, bergerak dengan tegas dan mantap menuju arah tujuannya. Itu juga sebuah tanda dari sebuah ketinggian maqam bila seorang pencari tidak melihat kemana-mana kecuali hanya kepada Tuhannya. Seperti seorang yang ingin sampai ke tujuannya dengan cepat, demikian juga seorang pencari Hadhirat Allah bergerak dengan cepat, tidak melihat ke kanan atau ke kirinya, tidak melihat kepada keinginan duniawi, tetapi hanya melihat kepada Hadhirat Ilahiah.
Imam ar-Rabbani Ahmad al-Faruqi (q) mengatakan dalam suratnya ke 295 dari Maktubat nya:
"Pandangan mendahului langkah dan langkah mengikuti pandangan. Perjalanan mendaki (mi’raj) ke maqam yang lebih tinggi mula-mula dengan Pandangan, diikuti Langkah. Apabila Langkah mencapai level Ketinggian dari Pandangan, maka Pandangan akan naik lagi ke tingkat berikutnya, atas itu Langkah juga mengikuti secara bergilir. Maka Pandangan akan diangkat ke tempat yang lebih tinggi lagi dan Langkah akan mengikutinya secara bergilir. Dan begitu seterusnya sampai Pandangan mencapai tingkat Kesempurnaan ke arah itulah Langkah akan ditarik (oleh Pandangan). Kita katakan, 'Bila Langkah mengikuti Pandangan, sang murid telah mencapai tingkat Kesiapan dalam mendekati Langkah Nabi (s.a.w.). Maka Langkah Nabi (s.a.w.) itu disebut juga sebagai Awal atau Sejatinya semua langkah lainnya.'"
Shah Naqshband (q) mengatakan, "Jika kita (hanya) melihat kesalahan shahabat kita, kita akan ditinggalkan tanpa teman, karena tak seorangpun sempurna."


3. Perjalanan Pulang ("safar dar watan")

Itu artinya perjalanan menuju kampung halaman. Itu artinya sang pencari berjalan dari dunia ciptaan menuju kepada dunia Sang Pencipta. Diceritakan bahwa Nabi (s.a.w.) mengatakan, "Saya akan mengunjungi Tuhan ku dari satu maqam ke maqam yang lebih baik dan dari satu stasiun ke stasiun yang lebih tinggi." Dikatakan bahwa sang pencari harus berjalan dari Kenginan untuk hal terlarang kepada Keinginan untuk Hadhirat Ilahi.
Thariqat Naqshbandi membagi perjalanan itu menjadi dua kategori. Pertama adalah perjalanan eksternal dan kedua adalah perjalanan internal. Perjalanan eksternal adalah berjalan dari satu tempat ke tempat lain mencari seorang pembimbing yang sempurna untuk membawa dan mengarahkan engkau ke sasaran yang engkau tuju. Ini akan memungkinkan engkau untuk menapak ke kategori kedua, perjalanan internal. Para pencari, sekali mendapatkan pembimbing sempurna (mursid), dilarang untuk melakukan perjalanan eksternal lainnya. Dalam perjalanan eksternal terdapat banyak kesukaran yang tak akan sanggup ditanggung oleh pemula tanpa jatuh kepada tindakan terlarang (haram), karena mereka memang masih lemah dalam ibadahnya.
Kategori kedua adalah perjalanan internal. Perjalanan internal memerlukan para pencari meninggalkan akhlaq buruk mereka dan meningkat ke akhlaq yang lebih tinggi, mencampakkan semua keinginan dunia dari kalbunya. Dia akan diangkat dari keadaan tidak bersih ke keadaan bersih atau murni. Pada saat itu dia tidak lagi memerlukan perjalanan internal lainnya. Dia telah mensucikan kalbunya, membuatnya jernih seperti air, transparan seperti kristal, mengkilap seperti cermin, memperlihatkan kebenaran dari semua hal yang esensi dari kehidupannya sehari-hari, tanpa memerlukan gerakan eksternal dari sisinya. Dalam kalbunya akan muncul semua hal yang diperlukan untuk kehidupannya dan untuk kehidupan mereka yang berada di sekelilingnya.


4. Kesendirian dalam Keramaian ("khalwat dar anjuman")

"Khalwat" berarti menyendiri. Itu artinya secara tampak luar bersama dengan manusia di sekelilingnya sementara secara batin selalu bersama Allah. Terdapat juga dua kategori “khalwat”. Pertama adalah penyendirian eksternal dan kedua adalah penyendirian internal.
Penyendirian eksternal memerlukan para pencari unutk menyendiri dalam suatu tempat yang tiada orang lainnya. Tinggal disitu sendirian, dia konsentrasi dan meditasi pada Dhikrullah, mengingat Allah, agar supaya mencapai keadaan dimana Teritori Kebenaran Allah menjadi nyata (menjelma). Apabila engkau merantai indera eksternal, indera internal mu akan bebas untuk mencapai Teritori Kebenaran Langit (Surgawi). Ini akan membawamu ke kategori kedua : kesendirian internal.
Kesendirin internal berarti menyendiri diantara keramaian orang. Disitu kalbu pencari hendaknya hadir dengan Tuhannya dan absen dari dunia ciptaan sambil secara fisik berada di antara mereka. Dikatakan, "Sang pencari akan begitu terkait mendalam dengan Dhikr sunyi (sir) dalam kalbunya, meskipun dia masuk ke kerumunan orang, dia tidak akan mendengar suara mereka. Keadaan Dhikr nya telah menguasainya. Kenyataan (manifestasi) dari Hadhirat Ilahi menariknya dan membuatnya tidak sadar kepada semuanya kecuali kepada Tuhannya. Ini adalah posisi tertinggi suatu khalwat, dan dianggap khalwat yang benar, sebagaimana disebut dalam al Qur'an: "Orang-orang yang tak dapat dialihkan perhatiannya dari mengingat Allah oleh bisnis maupun keuntungan " [24:37]. Inilah cara Tharekat Naqshbandi.
Khalwat utama seorang shaykh Tharekat Naqshbandi adalah kesendirian internal. Mereka bersama Allah dan sekaligus bersama umatnya. Sebagaimana dikatakan Nabi (s.a.w.), "Saya memiliki dua sisi : satu muka menghadap Al Khaliq muka lainnya menghadap ciptaan (makhluq)." Shah Naqshband menekankan kebaikan berjamaah, bermajelis (berkumpul) ketika dia mengatakan: Tariqatuna as-suhbat wa-l-khairu fil-jamciyyat ("Tharekat kita adalah persahabatan (kebersamaan), dan Kebaikan berada dalam Kebersamaan ").
Dikatakan bahwa seorang beriman yang bergaul dengan orang dan mengangkat (memikul) kesukaran mereka lebih baik dari seorang beriman yang menyendiri dari orang. Terhadap hal yang peka ini Imam Rabbani mengatakan,
"Hendaknya diketahui bahwa sang pencari pada awalnya mungkin menggunakan khalwat external untuk mengisolasi dirinya dari orang, beribadah dan konsentrasi kepada Allah, Azza wa Jalla, sampai dia mencapai tahap yang lebih tinggi. Pada waktu itu dia akan dianjurkan oleh shaikh-nya, dalam kata-kata Sayyid al-Kharraz, Kesempurnaan bukan pada peragaan kekuatan karomah, tetapi kesempurnaan adalah duduk bersama orang (banyak), menjual dan membeli, menikah dan mempunyai anak; namun tak pernah meninggalkan kehadiran Allah bahkan sekejabpun.'"


5. Dhikr Utama (Essensi) ("yad kard")

Arti 'Yad' adalah Dhikr. Arti 'kard' adalah essensi Dhikr. Sang pencari hendaknya melakukan Dhikr dengan penolakan (negasi) dan penerimaan (affirmasi) pada lidahnya sampai dia mencapai keadaan meditasi (kontemplasi) kalbu (muraqaba). Keadaan itu akan dicapai dengan setiap hari menyebut penolakan (negasi) : LA ILAHA dan penerimaan (affirmasi) ILLALLAH pada lidah, antara 5,000 dan 10,000 kali, membuang dari kalbunya segala elemen yang akan mengotori dan membuatnya berkarat. Dhikr ini mempoles kalbu dan membawa sang pencari ke dalam keadaan Kenyataan (Manifestasi). Dia harus melakukan dhikr harian itu, baik dengan kalbu atau dengan lidah, mengulang ALLAH, yang mewakili (meliputi) semua asma dan sifat Nya, atau dengan negasi dan affirmasi melalui penyebutan LA ILAHA ILLALLAH.
Dhikr harian ini akan membawa sang pencari kedalam kehadiran sempurna dari Huwa Allahu Ahad.
Dhikr dengan negasi dan affirmasi, dalam tatacara Shaykh Naqshbandi, menghendaki bahwa sang pencari menutup matanya, menutup mulutnya, menggigit giginya, melekatkan lidahnya pada langit-langit mulutnya, dan menahan napasnya. Dia harus membaca dhikr itu melalui kalbu, dengan negasi dan affirmasi, memulai dengan kata LA ("Tidak"). Dia mengangkat "Tidak" ini dari bawah pusarnya naik ke otaknya. Sampai di otak kata "Tidak" mengeluarkan kata ILAHA ("Tuhan"), bergerak dari otak ke bahu kiri, dan menabrak kalbu (jantung)nya dengan ILLALLAH ("kecuali Allah "). Apabila kata itu menabrak kalbu, energi dan panasnya memancar keseluruh bagian tubuh. Sang pencari yang telah menolak semua yang ada di dunia ini dengan kalimat LA ILAHA, dan menyatakan menerima kalimat ILLALLAH, artinya berada dalam keadaan bahwa semua yang exist (ada) hilang lenyap dalam Hadhirat Allah.
Sang pencari mengulang ini dengan setiap napas, menghirup dan meniup, selalu membuatnya mencapai kalbu, sesuai dengan jumlah angka yang di-instruksikan oleh shaikh-nya. Sang pencari secar berangsur akan mencapai keadaan dimana dalam satu napas dia dapat mengulang LA ILAHA ILLALLAH duapuluh tiga kali. Seorang shaikh mursid dapat mengulang LA ILAHA ILLALLAH tak terhitung banyaknya dalam setiap kali napas. Arti dari praktek ini adalah bahwa sasaran satu-satunya hanya ALLAH dan tidak ada sasaran lain lagi bagi kita. Dengan melihat Hadhirat Allah sebagai satu-satunya Kenyataan (Existensi), akan memasukkan kedalam kalbu murid itu cinta Nabi (s.a.w.) dan pada saat itu dia mengatakan, MUHAMMADUN RASULULLAH yang adalah jantung dari Hadhirat Allah.


6. Kembali ("baz gasht")

Ini adalah keadaan dimana sang pencari, yang melakukan Dhikr dengan negasi dan affirmasi, sampai kepada pengertian ungkapan Nabi (s.a.w.), ilahi anta maqsudi wa ridaka matlubi ("Ya Allah, Engkaulah yang kami Maksud dan Ridha Mu adalah dambaanku.") Pembacaan ungkapan ini akan menambah kesadaran sang pencari tentang Ke-Esa-an Allah, sampai dia mencapai keadaan di mana keberadaan semua ciptaan (makhluq) lenyap dari pandangan matanya. Semua yang dilihatnya, kemanapun dia memandang, adalah Allahu Shamadu. Murid Naqshbandi membaca dhikr macam ini agar supaya menyuling dari kalbunya rahasia Al Ahad, dan untuk membuka diri mereka kepada Kenyataan Hadhirat Allahu Shamadu. Para pemula tidak berwenang meninggalkan dhikr ini bila dia tidak mendapatkan kekuatan itu muncul dalam kalbunya. Dia harus tetap membaca dhikr ini mengikuti (meniru) Shaykh-nya, karena Nabi (s.a.w.) telah mengatakan, "Barang siapa meniru suatu golongan orang akan menjadi bagian dari golongan itu." Dan barang siapa meniru gurunya akan suatu hari mendapatkan rahasia itu terbuka untuk kalbunya.
Arti dari "baz gasht" adalah kembali kepada Allah Azza wa Jalla dengan menunjukkan kepasrahan diri sempurna dan tunduk kepada Kemauan Nya, dan kerendahan diri sempurna dengan menyampaikan semua pepujian kepada Nya. Itulah alasan Nabi (s.a.w.) menyebutkan dalam doanya, ma dzakarnaka aqqa dzikrika ya Madzkar ("Kami tidak Mengingat Engkau sebagaimana seharusnya Engkau Diingat, Ya Allah"). Sang pencari tidak dapat datang kepada hadhirat Allah dalam dzikrnya, dan tidak dapat mengungkapkan Rahasia dan Sifat Allah dalam dzikrnya, bila dia tidak melaksanakan dzikrnya itu dengan Dukungan Allah dan dengan Allah Mengingat dirinya. Sebagaimana dikatakan Bayazid: "Ketika aku mencapai Dia aku melihat bahwa ingatan Dia (kepadaku) mendahului ingatan saya kepada Nya." Sang pencari tidak dapat melakukan dzikr oleh sendirinya. Dia harus mengetahui bahwa Allah adalah justru yang sedang melakukan Dzikr melalui diri hamba Nya itu.


7. Perhatian ("nigah dasht")

"Nigah" berarti pandangan (visi). Itu artinya sang pencari hendaknya mengendalikan qalbunya dan melindunginya dengan cara mencegah masuknya pikiran buruk. Kecenderungan buruk akan menghalangi qalbu dari penyatuan diri dengan Hadhirat Allah. Diakui dalam Naqshbandiyya bahwa bagi seorang pencari dapat melindungi qalbunya dari kecenderungan buruk selama lima menit saja adalah sebuah hasil yang besar. Untuk ini saja dia sudah akan diakui sebagai seorang sufi sejati. Sufisme adalah sebuah kekuatan untuk melindungi qalbu dari pemikiran buruk dan menjaganya dari kecenderungan rendah. Barang siapa berhasil dengan dua sasaran ini akan mengerti qalbunya, dan barang siapa mengerti qalbunya akan mengenali Tuhannya. Nabi s.a.w. mengatakan, "Barang siapa mengenal dirinya sendiri, mengenal Tuhannya."
Seorang shaikh Sufi mengatakan, "Karena saya melindungi qalbu ku untuk sepuluh malam, qalbuku melindungiku untuk duapuluh tahun."
Abu Bakr al-Qattani mengatakan, "Aku adalah penjaga pintu qalbuku selama 40 tahun, dan aku tak pernah membukanya untuk siapapun kecuali Allah, Azza wa Jalla, sampai qalbuku tidak lagi mengenali siapapun kecuali Allah Azza wa Jalla."
Abul Hassan al-Kharqani mengatakan, "Telah 40 tahun Allah melihat ke dalam qalbu saya dan mendapati bahwa tak seorangpun berada disana kecuali Diri Nya Sendiri. Dan memang tidak ada ruang dalam qalbu saya untuk selain Allah."


8. Memori ("yada dasht")

Artinya pembaca Dzikr melindungi qalbunya dengan negasi dan affirmasi dalam setiap hembusan napas tanpa meninggalkan Hadhirat Allah Azza wa Jalla. Hendaknya sang pencari agar mempertahankan qalbunya supaya selalu berada dalam Hadhirat Allah. Ini akan membuatnya menyadari dan merasakan Cahaya Esensi dari Allah (anwar adh-dhat al-Ahadiyya). Dia kemudian membuang tiga dari empat bentuk pikiran : pikiran egoistik, pikiran jahat, dan pikiran malaikatis, sambil mempertahankan dan membenarkan hanya bentuk pikiran ke-empat, yaitu : pikiran kebenaran atau haqqani. Hal ini akan membimbing sang pencari menuju keadaan tertinggi dari kesempurnaan dengan membuang semua khayalannya dan hanya merengkuh Kebenaran yang adalah Ke-Esa-an Allah, 'Azza wa Jalla.

'Abdul Khaliq al-Ghujdawani mempunyai empat orang khalifah. Yang pertama adalah Shaikh Ahmad as-Siddiq, berasal dari Bukhara. Yang kedua adalah Kabir al-Awliya ("Terbesar diantara Wali "), Shaikh Arif Awliya al-Kabir (q). Berasal dari Bukhara, dia adalah ulama terkemuka dalam Ilmu external dan internal. Khalifah yang ketiga adalah Shaikh Sulaiman al-Kirmani (q). Khalifah keempat adalah cArif ar-Riwakri (q). Kepada khalifah keempat inilah Abdul Khaliq (q) mewariskan Rahasia Mata Rantai Emas (Naqshbandi) sebelum dia meninggal pada 12 Rabi'ul-Awwal 575 H.

Pautan Zawiyah Johor Bahru

Demi Keredhaan-Nya

Demi Keredhaan-Nya
Mawlana Syaikh Nazhim Adil al-Qubrusi al-Haqqani

Apa yang Dia kehendaki, bererti apa yang akan diredhai-Nya. Lebih berhati-hatilah, agar kalian sesuai dengan keredhaan-Nya semata. Pada setiap tindakan dan perbuatan kalian, jagalah agar Allah redha pada kalian. Inilah puncaknya keimanan dan akhlak mulia. Tindakan seperti itu, walaupun mungkin dilihat orang, akan menjadi sempurna bila diniatkan hanya agar Allah swt redha pada kalian. Jangan pernah berfikir untuk menyenangkan orang. Jangan! Tidak akan pernah hal tersebut penting bagi kalian. Orang-orang yang pandai, mereka hanya meminta untuk menyenangkan Tuhannya dan demi keredhaan-Nya semata. Tujuan kita adalah untuk mencapai Hadirat Ilahiah Allah dan agar Dia redha dengan kita. Kita harus bersiap untuk itu dan kita harus melatih diri untuk melakukannya. Untuk mencapainya merupakan suatu kepercayaan yang harus kita tanggung, yang dianugerahkan Allah swt. Bila kalian dapat membuat Tuhan redha, bererti kalian telah meraih segalanya. Hal ini tidak dapat diukur dengan nilai kebendaan apapun. Bergegaslah menuju keredhaan Tuhan kalian.

Dua puluh empat jam berlalu dan apakah sesekali kalian berfikir bahawa kalian harus melakukan sesuatu untuk menyenangkan-Nya. Apakah kalian benar-benar memikirkannya? Seringkali kita tidak berhasrat untuk mencari dan memikirkan sesuatu yang khusus bagi Tuhan kalian hari ini. Memang kalian melakukan peribadatan yang rasmi, solat lima waktu; yang merupakan perintah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Berpuasa, suatu perintah; demikian pula dengan zakat. Namun di atas semua itu, apakah kalian duduk dan berfikir bahawa Dia melihat kalian dan mengharapkan sesuatu yang istimewa untuk-Nya. Agar Allah swt berfirman tidak hanya pada saat Hari Kebangkitan, namun berlaku setiap hari, “Wahai hamba-Ku, Aku redha padamu.” Kalian hendaknya memikirkan hal ini. Ini akan memberikan kehormatan pada kalian. Cubalah melakukan segala sesuatu untuk meraih redha Tuhan kalian. Cubalah untuk sentiasa membuat-Nya redha. Dia memang tidak memerlukan sesuatu yang menyenangkan dari para hamba-Nya, tetapi Dia senang bila hamba-Nya mencuba menyenangkan-Nya agar Dia senang kepada mereka. Dan Dia redha kepada kalian, bila kalian redha kepada-Nya. Siapa pun yang berusaha untuk membuat Tuhannya redha, pastilah dia akan senang; siapa pun yang melupakannya, dia akan dilupakan; siapa yang tidak lupa, dia tidak akan dilupakan! Telitikanlah hal ini.

Allah berfirman, “Wahai hamba-Ku, janganlah engkau melupakan Aku. Aku bersamamu, tetapi engkau tidak bersama-Ku.” Kemudian Dia berfirman, “Cubalah untuk bersama-Ku dan engkau akan menemukan sesuatu yang tidak engkau duga.” Mukjizat terbesar yang dianugerahkan kepada para hamba-Nya adalah kemampuan untuk pengabdian yang terus-menerus. Allah swt tidak suka bila seseorang melakukan sesuatu hari ini, kemudian esok harinya meninggalkannya. Atau beribadah untuk dua hari, lalu pada hari ketiga menjauhkan diri. Walaupun singkat, namun istiqamah, Allah akan menyenangi hamba tersebut. Kerana Allah ingin memberikan kasih-Nya secara terus-menerus kepada hamba tersebut. Selama Dia melihat hamba-hamba-Nya mencari-Nya dan mengharapkan keredhaan-Nya dan berusaha terus-menerus untuk melakukannya, maka hal tersebut akan berjalan terus. Memang Tuhan Yang Maha Kuasa meminta agar hamba-hamba-Nya selalu memohon berkah-Nya yang tidak berkesudahan. Penghambaan Ilahi merupakan penghambaan ke Hadirat-Nya, dan tidak pernah merupakan beban bagi kalian.

Kita hendaknya terus-menerus memohon berkah Allah. Bila kalian mempunyai banyak tangki air, tetapi kalian menutup semuanya, maka kalian tidak akan mendapatkan air. Kalau satu tidak ditutup, air akan selalu mengalir kepada kalian. Kita selalu bergelut dan memaksa untuk mempertahankan pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Walaupun kalian hanya mendirikan solat dua rakaat setiap harinya, atau mengulang seratus kali Laa ilaha Illallaah dan seratus kali shalawat, semua itu sentiasa membuat kalian terhubung dengan langit. Dengan demikian pastilah kalian mendapat berkah-Nya yang tidak berkesudahan. Tetapi bila kalian meninggalkannya dan menutup semua kerananya, maka kalian tidak akan menerima redha atau diberikan kesenangan lainnya oleh Tuhan kalian. Kerana kalian tidak membuat-Nya redha atau memohon redha-Nya dengan do’a-do’a yang demikian sederhana. Dia tidak akan membuat kehidupan kalian damai dengan kebahagiaan dan keredhaan. Maka berdasarkan hal ini, bila kalian ingin hidup damai dan penuh berkah, jalankanlah. Sedapat mungkin cubalah untuk berhubungan terus dengan Hadirat Ilahi melalui penghambaan kalian.

Allah memberikan lebih banyak dari Cahaya-Cahaya Syurgawi-Nya kepada para kekasih-Nya , Awliya yang merupakan hamba dari Hadirat Ilahi-Nya dan kepada orang-orang yang banyak bersujud kepada-Nya. Untuk memperbanyak solat di malam hari, diperlukan keinginan dan cinta dari lubuk hati kalian terhadap Tuhan kalian. (Termasuk perasaan hormat, harapan dan takut.) Juga diperlukan kearifan yang luar biasa. Apakah kalian fikir, sebuah kereta dapat bergerak tanpa bahan bakar? Jangan berdo’a untuk mendapatkan banyak nikmat syurga atau pertolongan dari Tuhan kalian. Jangan! Cubalah untuk membebaskan diri dari segala keinginan semacam itu. Cintailah Tuhan kalian dan mohonkanlah keredhaan-Nya. Bila Allah senang dengan perbuatan, sifat dan perilaku kalian, maka Dia akan membuat kalian bahagia. Bila tidak, kalian tidak akan bahagia. Sangatlah penting bagi seorang hamba untuk menjalani hidup yang membuat Allah redha kepadanya. Tidak semua jalan diterima oleh Allah. Tidak terhitung banyaknya jalan yang tak diredhai Allah . Dia tidak menyukai jalan yang ditempuh hamba yang tidak mengharapkan redha-Nya. Setiap jalan yang ditempuh semata-mata untuk redha Allah disukai dan diterima oleh Allah. Jadi jagalah agar semuanya hanya untuk keredhaan-Nya.

Allah selalu mengawasi semua tindakan dan keadaan hamba-hamba-Nya, dan wajib hukumnya bagi seorang hamba untuk memahami hal itu. Dia selalu melihat segala-galanya. Dia tidak pernah lengah! Siapa pun yang berusaha untuk mencapai-Nya dan berdo’a untuk lebih dekat kepada-Nya, dia akan menemukan jalan yang mudah ke Hadirat Ilahi. Dia akan diliputi oleh kebahagiaan. Bila kalian tidak suka untuk lebih mendekati-Nya, maka neraka akan meregut kalian. Sangatlah penting dalam kehidupan kalian untuk bertanya, mengetahui, lalu menjalankannya. Tanyakanlah kepada diri kalian, “Untuk apa aku diciptakan?” Yakini jawapannya, lalu penuhi ego kalian dengan tujuan itu. Meniatkan sesuatu untuk kehidupan dunia ini adalah tidak masuk akal. Mereka yang hidup untuk meraih keredhaan Penciptanya adalah orang yang jauh lebih pintar. Carilah setiap kesempatan untuk meraih sesuatu yang membawa kalian lebih dekat dengan Hadirat Ilahi. Semoga Allah membuat kalian mencapai kejayaan membuat Tuhan kalian redha pada kalian. Cubalah untuk meraih keredhaan-Nya, agar Dia redha dengan kalian. Bila seseorang redha dengan Tuhannya, maka segalanya akan menyenangkannya. Dan bila seseorang tidak pernah membuat Tuhannya redha, maka semuanya akan memusuhinya dan semua musuh akan mencuba mengenyahkannya.

Allah berfirman, “Aku akan redha denganmu, bila engkau redha kepada-Ku.” Yang diucapkan kepada Nabi Musa as di Gunung Sinai 4000 tahun yang lalu mudah saja, “Bila engkau bahagia dengan-Ku, Aku bahagia denganmu. Bila engkau mencintai-Ku, Aku mencintaimu.” Ini merupakan kebijakan yang berlaku sepanjang masa. Kita bersyukur kepada Allah untuk kesihatan kita, tempat berteduh untuk hidup, mendapat sandang dan pangan, mempunyai wang dan kenderaan. Tidak ada alasan untuk mengeluh. Kita lalu berkata, “Wahai Tuhanku, kami redha kepada-Mu.” Tetapi bagaimana sikap kita kalau segalanya tidak begitu bagus, bila Tuhan memberi kita kemiskinan atau penyakit, kita juga harus redha kepada-Nya. Bila mendapat beban atau kesukaran apapun kita harus mengatakan, “Wahai Tuhan kami, kami bersyukur, segala pujian bagi-Mu dan aku adalah hamba-Mu.” Pada saat-saat sulit seperti itu, akan mudah dibezakan apakah kalian redha dengan Allah, atau tidak. Memang mudah untuk mengatakan bahawa kita redha kepada Tuhan, kalau semua dalam keadaan baik. Kalau muncul kesukaran dan kalian masih tetap redha kepada-Nya, itu petanda bahawa Dia juga redha kepada kalian. Itulah makna dari wahyu yang diturunkan kepada Nabi Musa as.

Bergegaslah untuk bersujud bila kalian ingin agar Tuhan kalian redha kepada kalian dan bila kalian ingin menjamin suatu pengakhiran yang selamat. Cubalah sebaik mungkin untuk tidak membangkang dan janganlah kalian lengah, tetapi tetaplah untuk waspada. Sedikit saja kalian lengah, itu dapat menjerumuskan kalian ke lembah yang dalam, terbuang dari Hadirat Ilahi. Sediakan diri untuk menyenangkan Allah atau menyenangkan ego kalian. Tidak ada jalan ketiga. Semua hak adalah hanya untuk Allah saja dan setiap saat hanya untuk-Nya, bukan untuk ego kalian. Setiap tarikan nafas adalah untuk Allah, dan bukan untuk ego kalian. Jadi tidak tersisa apa-apa untuk ego kalian! Tingkat tertinggi dari Iman dalam hidup manusia adalah memberikan keputusan akhir terutama kepada Tuhan kalian dan mengatakan, “Aku ini hanya untuk-Mu Ya Allah dan semua yang kulakukan adalah hanya untuk-Mu. Setiap saat untuk meraih redha-Mu dan setiap perbuatanku hanya untuk-Mu, wahai Tuhan kami. Untuk menyenangkan-Mu.” Sampai saat itu kita tidak pernah akan hidup dengan baik. Setiap hari saat memulai langkah, saat kalian menginjakkan kaki kalian di tanah, katakanlah, “Wahai Tuhanku, aku melangkah untuk-Mu, tolonglah hamba-Mu ini. Dengan Pertolongan Ilahiah-Mu, bila Engkau redha kepadaku, maka aku dapat melawan egoku dan memindahkan gunung-gunung yang tinggi.”

Benar, dengan Pertolongan Allah, kalian dapat berbuat apa saja dan semuanya dapat kalian lakukan dengan mudah. Jadi awasilah langkah kalian. Setiap hari, langkah demi langkah, perbaiki langkah kalian untuk meraih redha Allah. Cubalah sediakan diri kalian untuk redha dan keredhaan Allah. Hal ini adalah untuk selamanya. Apa saja yang kalian lakukan, lakukan demi keredhaan-Nya. Lalu Dia akan membahagiakan kalian. Dia menyukai hal ini. Bila Samudera Rahmat-Nya meliputi kalian dari segenap penjuru, kalian bagaikan ikan dalam lautan, tidak ada tempat yang kering, kalian berada dalam kedamaian yang sempurna. Melarikan diri dari limpahan berkah dan Samudera Rahmat-Nya bagaikan melarikan diri dari lembah hijau dengan limpahan air ke suatu padang pasir yang asing. Begitulah yang kita kerjakan, menjauhkan diri dari aliran cahaya.

Semua yang ada di dunia telah diperintahkan Tuhan Yang Maha Kuasa untuk membahagiakan kalian dan bukan untuk menyusahkan kalian. Apapun yang kita perlukan, pastilah telah tersedia di depan kita, jadi kalian tidak perlu mengejar apapun. Allah berfirman, “Mereka adalah hamba-hamba-Ku dan mereka pasti redha dengan segala yang datang dari segala penjuru. Redhalah kepada-Ku, dengan demikian Aku pun redha denganmu. Tidak ada satu pun yang dapat menyusahkan atau membuatnya sedih. Tidak ada. Yang ada hanya kebahagiaan.”

Wa min Allah at Taufiq
Pautan Zawiyah Johor Bahru